Usup yang Ulet, Sistem Pendidikan yang Luput

Supriadi (Usup) sedang belajar membaca dengan guru Pustaka Kampung Impian

Supriadi (Usup) sedang belajar membaca dengan guru Pustaka Kampung Impian

Derasnya aliran sungai tidak mengurungkan niat dan tujuan kami menuju sebuah desa yang terletak di kaki gunung leuser, perjalanan yang ditempuh selama 3 jam sangat tidak terasa karena mata disuguhkan dengan pemandangan yang sangat indah dan menyejukkan. Derasnya aliran air sungai yang memacu adrenalin merupakan suatu tantangan selama perjalanan.

Sarah Baru memang desa yang sangat terpencil jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Tidak ada jaringan telepon, apalagi jaringan internet. Masyarakat di sini hidup dengan sangat nyaman menyatu dengan alam, tapi tidak membuat masyarakat menjadi primitif dan tidak menghiraukan kedatangan kami seperti kegelisahan yang saya rasakan saat menuju desa Sarah Baru ini. Kehidupan masyarakat di sini sangat modern dan ramah terhadap tamu bahkan rata-rata mayarakat disini menggunakan handphone android. Bahkan ada anak yang menggunakan headset bluetooth yang sempat membuat saya kaget. Sayangnya, anak-anak di desa ini hanya bisa menempuh pendidikan hanya sampai SMP karena hanya ada SD dan SMP. Kika anak-anak ingin melanjutkan SMA. maka mereka harus merantau keluar desa.

Di setiap desa terpencil yang telah saya kunjungi bersama tim 3R memiliki satu permasalahan yang sama yaitu saya bertemu dengan anak-anak yang seharusnya pada usia tertentu sudah bisa membaca tapi belum bisa membaca. Seperti halnya di desa Sarah Baru ini. Masih ada beberapa orang anak yang duduk di kelas 4 SD tapi belum bisa membaca dan bahkan mengenal alfabet masih tertukar, Supriadi misalnya, biasa dipanggil Usup merupakan salah satu anak yang belum bisa membaca. Tapi Usup memiliki kemaun yang tinggi untuk belajar pada hari pertama belajar. Saat membuka perpustakaan, Usup datang menghampiri saya dengan membawa satu buku bacaan dan berkata “kak ajarin saya.” Saya merasa terharu mendengar permintaan anak kecil tersebut karena selama ini tidak pernah ada anak-anak yang minta diajar. Selama ini, saya yang selalu mengajak mereka untuk membaca ataupun mengeja. Tapi, Usup berbeda. Bocah kecil yang tinggal di kaki gunung leuser yang bercita-cita menjadi pilot.  Usup seharusnya bisa mendapatkan pendidikan yang layak agar bisa mengembangkan desa mereka dan menjaga kawasan gunung Leuser. Alangkah malangnya karena sistem pendidikan sangat tidak mendukung di desa ini dimana guru mengatur jadwal mengajar anak-anak seenaknya, sehingga membuat proses belajar mengajar  tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Ditulis oleh Darfianti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *