Tiga bulan yang lalu nama Baling Karang pernah menjadi list pilihan pertamaku saat diminta untuk mengisi nama desa yang akan dikunjungi selama program Peace Camp. Sebuah nama desa yang sering aku dengar dari cerita teman-temanku para Guru Impian sebelumnya. Terlepas dari segala cerita, hari ini, aku dan kedua orang Guru Impian pertama kalinya menginjakan kaki di Desa Baling Karang. Ini merupakan November bulan kedua pejalananku sebagai guru impian yang diamanahkan untuk bermain dan belajar bersama anak-anak di desa Baling Karang.
Setelah beberapa hari berada di desa ini, menjalani berbagai kegiatan dengan masyarakat, mulai mandi di sungai sampai menikmati pemandangan, ternyata desa Baling Karang lebih menyajikan keindahannya dari cerita yang pernah aku dengar. Keramahan masyarakat desa seakan membuatku lupa sebagai seorang pendatang di desa ini, dan membuatku seperti memiliki keluarga baru disini.
Setiap pagi kabut selalu setia menyelimuti desa ini, sehingga udara di pagi hari selalu terasa dingin untuk memulai aktivitas. Tetapi itu tidak mengurangi semangat anak-anak yang akan berangkat ke sekolah. Desa Baling Karang hanya memiliki Sekolah Dasar di kampung mereka. Sedangkan untuk Sekolah Menengah baik SMP dan SMA mereka harus pergi ke Kecamatan kampung tetangga, dengan jarak tempuh yang lumayan jauh, belum lagi dengan kondisi jalan yang kurang bagus apalagi di musim penghujan seperti sekarang ini.
Setiap pagi aku selalu menyaksikan keunikan dari anak-anak SMP dan SMA yang hendak pergi ke sekolah. Jika anak-anak di kota biasanya menenteng buku pelajarannya, di sini sedikit berbeda. Anak-anak menenteng sepatu sekolahnya saat berjalan.Hal ini dikarenakan mereka harus menaiki getek terlebih dahulu untuk menyebrangi sungai. Getek adalah satu-satunya alat transportasi penghubung desa ini bentuknya seperti rakit modern yang di ikat dengan menggunakan katrol sebagai alat bantu untuk keseimbangan berjalan menyebrangi arus sungai.
“Kenapa balik! Gak sekolah?” tanyaku pada beberapa anak yang melintas di depan perpustakaan.
“Gak Bang, Geteknya enggak bisa jalan banjir,” jawab salah seorang anak dengan singkat.
Hal ini sering terjadi dimusim penghujan seperti saat ini, sering sekali getek dipagi hari tidak bisa dijalankan dikarenakan arus sungai yang deras dan meluap sehingga membuat anak-anak tidak bisa pergi sekolah. Lalu sejenak aku terdiam dan membayangkan, Bagaimana bila hal itu terjadi padaku saat ini, mungkin aku sudah lama tidak mau melanjutkan sekolah lagi. Tapi yang kulihat malah sebaliknya, mereka tidak pernah merasa mengeluh seakan selalu berdamai dengan keadaan dan kondisi alam.
Aku sangat terkagum dengan anak-anak desa ini. Semangat yang luar biasa untuk menimba ilmuya walaupun harus melewati bebagai rintangan dan keterbatasan. Mungkin bagi sebagian orang melewati hal-hal seperti ini akan terasa sulit, tapi tidak dengan mereka. Karena mereka mempunyai harapan. Harapan untuk menggapai cita-cita dan membangun desanya sendiri, dengan cara terus belajar dari hal apapun.
Ditulis oleh Muhammad Hatta