Ada Bule-Bule Baru di Lapeng

Aktifitas belajar di perpustakaan Desa Lapng

Aktifitas belajar di perpustakaan Desa Lapeng

Desa lapeng adalah desa terpencil yang terdapat di Pulo Aceh. Jangkauan akses pendidikan, akses jalan saja masih belum efektif. Penduduk desa Lapeng banyak yang tidak sekolah karena sekolah dasar saja baru selesai dibangun tahun 2013. Penduduk yang ingin melanjutkan pendidikannya harus ke desa sebelah menempuh puluhan kilometer menggunakan transportasi darat ataupun transportasi air.

Meskipun akses pendidikan yang minim, penduduk desa Lapeng khususnya kalangan anak-anak sangat berminat untuk belajar hal-hal yang baru, contohnya bahasa Inggris. Persepsi awal saya sebegai relawan yang bertugas untuk mengajarkan bahasa Inggris adalah penolakan besar-besaran untuk belajar baik dari anak-anak maupun orang tuanya. Penolakan itu pasti terjadi karena mereka akan menganggap kalau belajar bahasa Inggris itu adalah sesuatu yang berdosa. Persepsi itu terbentuk saat saya mengenalkan bahasa Inggris pada penduduk dari desa saya sendiri, Padahal desa saya itu bukanlah desa yang terisolasi. Persepsi awal saya ternyata mengkhianati fakta yang saya temukan di sana. desa Lapeng sendiri yang merupakan desa terisolasi memiliki pemikiran yang lebih terbuka mengenai topik ini.

Belajar Bahasa Inggris merupakan salah satu program Pustaka Kampung Impian 2019-2020. Bahasa Inggris dipelajari oleh anak-anak kelas 4 sampai kelas 8 di desa Lapeng ini.

Para relawan 3R merancang kurikulum sedemikan rupa sehingga apa yang pertama kali dipelajari dari kelas bahasa Inggris adalah hal-hal yang mudah seperti huruf abjad, angka, hewan, buah-buahan dan bagian-bagian tubuh. Berdasarkan British Council, materi-materi diatas merupakan materi yang cocok bagi anak-anak yang baru mengenal bahasa Inggris.

Awalnya, kami mengira bahwa pengenalan bagian-bagian tubuh dalam bahasa Inggris akan sulit. Namun, huruf yang berjumlah 28 itu dapat dihafalkan dalam durasi waktu yang sangat singkat oleh anak-anak desa tersebut. Beberapa dari mereka bahkan ada yang sudah memiliki pengetahuan awal mengenai abjad dalam bahasa Inggris.

Kurikulum bahasa Inggris memfasilitasi anak-anak desa untuk mengingat angka dari 1-10 dalam bahasa inggris. Namun, angka 1-10 ternyata sudah bisa dihafalkan oleh mereka. Jadi, saya dan guru impian lainnya harus mengajari mereka angka sisanya sampai seratus.

Selain materi-materi tersebut, anak-anak desa juga kami ajarkan menggunakan kamus bahasa Inggris secara baik dan benar. Awalnya kami mengira bahwa anak-anak desa yang mayoritasnya masih sekolah dasar ini pasti akan merasa bosan karena saya sendiri saja sangat malas memegang kamus. Namun, mereka ternyata sangat antusias dalam mempelajari cara penggunaannya karena menganggap bahwa kamus itu bak mencari harta karun.

Penguasaan bahasa Inggris selalu diukur melalui 4 kemampuan yakni kemampuan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Kemampuan membaca dan menulis dalam bahasa Inggris tentu saja bukanlah barometer kemampuan yang tepat dalam mengukur level kemampuan bahasa Inggrisanak-anak Lapeng karena mereka baru saja mengenal bahasa Inggris. Oleh karena itu, anak-anak Lapeng hanya mengetahui bahasa Inggris secara pengucapan dan pendengaran saja, namun tak tahu bagaimana menulis atau membacanya.

Penemuan yang menghebatkan lagi adalah terdapat anak kelas satu SD yang secara tidak langsung belajar bahasa Inggris namum mampu menguasai materi bahasa Inggris, mulai dari angka sampai frasa sehari-hari. Ia sangat antusias mendengarkan penjelasan atau koreksi dari saya mengenai pengucapan kata yang salah. Anak itu bahkan sangat antusias mendengarkan penjelasan mengenai tokoh-tokoh asing yang tidak sengaja namanya ia temukan dibuku dan baju yang ia gunakan. Karena melihat antusiasnya ini, saya memperkenalkan istilah beasiswa kepadanya dan bagaimana kemampuan bahasa Inggris sangat dipertaruhkan dalam mendapatkan beasiswa. Ia memahami bahwa meskipun ia berasal dari pelosok dengan akses pendidikan yang rendah dan berasal dari keluarga dengan ekonomi yang minim, ia dapat pergi ke ibu kota bahkan keluar negeri dengan gratis.

Pada akhir pertemuan, saya menyampaikan kepada mereka bahwa suatu hari akan datang orang asing ke Lapeng. Nah, yang membantu mereka berkomunikasi adalah kalian sendiri bukan orang lain. Seiring berjalannya waktu, jika kelas bahasa Inggris terus dipertahankan, mungkin anak-anak desa Lapeng bisa berbahasa Inggris layaknya anak ibu kota yang mengambil les privat dengan bayaran yang mahal.

Ditulis Oleh Rizka Malda Phonna

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *