Menepi untuk Melangkah

Gagasan seorang penyair adalah menemukan kata-kata indah untuk menimbulkan bungkahan kekaguman oleh siapa saja yang membacanya. Gagasan seorang direktur perusahaan adalah menyelesaikan beberapa target untuk minggu ini. Namun, gagasan seorang anak yang mangap yang baru memahami realita dunia adalah decak kagum atas pesona alam ini.

Selayaknya seorang anak kecil, saya terus bertanya-tanya tentang segala apa yang sedang terjadi di depan saya, segala persoalan yang saya jalani dan orang jalani. Siang malam yang terus berganti, waktu yang masih meninggalkan misteri dan pertemuan yang memberi kesan.

Setiap langkah yang saya temukan selama di jalan ini adalah sebuah pengalaman baru yang mestinya membuat siapapun patut bersyukur atas kesempatan hidup. Tidak peduli apakah perjalanannya tidak sesuai dengan yang ada di bumi lain yang pernah saya tempati, perbedaan suasana tentunya bukan sesuatu yang harus ditangisi, apalagi dihindari. Ini adalah sebuah kebahagian yang tidak mudah diperoleh. Di sini, hanya di sini saya bisa merasakannya. Sungguh luar biasa.

Perjalanan melawan arus sungai selama hampir tiga jam. Tidak ada sesuatu yang dapat diambil tentunya bagi orang-orang yang tak mau tahu tentang segala bentuk penciptaan. Atas dasar kekaguman yang tak banyak orang pertanyakan ini membuat saya malah khawatir tentang kehidupan yang orang anggap biasa saja ini. Ya, hanya karena seseorang telah dewasa ia berlagak seolah telah melihat segalanya. Tidak ada jaringan memang menjemukan bagi seseorang yang gemar berpose ria berbagi tentang perjalanannya. Siapa yang tahan dengan tempat terpencil dan tidak ada sinyal seperti ini, ini sungguh akan membuntukan kepala siapa saja.

Kehidupan seperti ini bukan sesuatu yang menakutkan karena sekalipun dunia telah dihiasi oleh bayang-bayang teknologi terkini yang benar-benar menjamin kehidupan nyaman namun memasak dengan kayu, mencari kayu di sungai dan segala aktivitas dilakukan dengan alam harus dilakukan. Kita tidak bisa menjamin bahwa semua akan baik-baik saja dengan mengandalkan segalanya kepada  teknologi.

Segalanya terasa berbeda di tempat ini, aku menyebutnya dengan refleksi ruhaniah. Aku belajar menempatkan diri sebagai warga lokal dengan ikut terlibat dalam segala bentuk kehidupan yang dilakukan oleh warga desa seperti mandi di sungai. Ini merupakan kenikmatan tersendiri dalam hidupku ketika mandi dengan basahan di sungai, sementara anak-anak berenang di sepanjang sungai dengan bertelanjang bulat. Para ibu-ibu sering membawa jerigen untuk diisi air sungai, mereka minum langsung air sungai yang jernih dan segar ini. Tak ada yang harus ditakutkan ketika warga lokal langsung meminum air tanpa dimasak, hal ini sudah dilakukan dari nenek moyang. Kecuali orang luar yang datang ke sini akan mengundang rasa sinis terhadap cara mereka. Bukan masalah pula bagi kami untuk meminum langsung air dari sungai karena toh, kami baik-baik saja. Ini hanya maslaah persepsi saja.

Ada ungkapan yang tak bisa diwakili oleh kata, itu hanya bekerja pada bayangan dan rasa. Semua itu terletak pada pemaknaan pengalaman personal. Kata-kata hanyalah perwakilan yang tak utuh yang mestinya tak menjadi tolak ukur dari keseluruhan aspek keindahan alam ini. hanya saja kata-kata telah mewakili sebagian dari cerita ini. saya melihat beberapa anak di desa putus sekolah, ada yang tidak lanjut setelah tamat sekolah dasar, ada yang tidak melanjutkan setelah tamat menengah atas. Mereka bekerja untuk membanun jalanan desa. Sebutannya pemuda kecil desa. Mereka sudah terlatih untuk mengangkat beban berat sehingga otot-otot mereka sejak kecil sudah terbentuk. Fisik mereka cepat didewasakan oleh pekerjaan ini.

Kita sering memaknai kehidupan ini dengan agak ambigu ketika kita tidak tahu bahwa ada beberapa orang yang tumbuh dewasa dengan cara berbeda dari anak-anak kota yang penuh imajinasi tentang alam semesta. Sementara bagi mereka, sebagian menganggap pendidikan tidak bisa mengisi perut ketika lapar, pendidikan tidak bisa membuatnya terlihat gagah. Maka sering terjadi terhadap anak-anak desa terutama yang jauh dari akses pendidikan berhenti sekolah. Di kampung, mereka tidak menganggur pergi ke sana ke mari atau mengisap ganja karena ada hal yang bisa dikerjakan. Atau karena dukungan lingkungan yang tidak mempermasalahkan ketika anak usia dini tidak sekolah lalu menikah. Referensi kehidupan setiap akta kelahiran manusia akan benar-benar berbeda. Ketika sebagian menganggap pendidikan ini sangat penting dan satu-satunya jalan menuju kemakmuran, maka akan berbeda bagi mereka yang tak mau sekolah.

Tidak pula ada alasan konkret untuk memaknai kehidupan ini sendiri karena akan selalu berbeda pada tahapan hidup yang akan dijalani dan akan berbeda pada setiap kelompok masyarakat. Pemaknaan hidup bagiku masih jauh dari kata “sepakat” karena aku sendiri adalah makna dari kehidupan ini.

Hutan-hutan di sini tumbuh dengan subur menjamin segala aspek kehidupan masyarakat. Mereka hidup berdampingan dengan alam tanpa perlu merasa khawatir tentang hari. Kami banyak menerima pemberian dari warga seperti daging rusa, ikan sungai serta sayur mayur yang tak perlu dibeli sama sekali. Ini merupakan kenikmatan tiada tara ketika mereka mengantar masakan ke rumah. Perlahan semua ini terjalin begitu akrab sehingga bagiku, perjalanan ini adalah sebuah perjalanan menemukan keluarga baru.

Cerita penempatan di desa Sarah Baru, ditulis oleh Kasumah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *