Kelas Adalah Taman Bermain

Anak-anak di desa Bah super aktif.  Selalu saja ada pergerakan otau ocehan yang mereka bicarakan terutama anak-anak remaja dalam bahasa Gayo. Di sini, anak-anak akan datang lebih awal dari jam akan dimulai kelas, bagian dari program Pustaka Kampung Impian. Jika yang dijadwalkan jam 13.30, mereka akan datang antara pukul 11 atau 12 siang. Disaat yang bersamaan kami masih sibuk mempersiapkan konten atau belum makan lalu dengan teriakan mereka dan lari ke sana kemari membuat suasana ruang terasa gerah.

Kebiasaan mereka ini saya fikir adalah sebuah upaya untuk diperhatikan. Mereka menyenangi kehadiran kami dan seolah-olah kami ini adalah makhluk asing yang jarang mereka jumpai. Bak seorang artis ibu kota mampir ke desa. Beragam cara mereka lakukan termasuk memberikan sesajian bunga mawar, jika tidak dalam pot maka tangkai bunga pun akan dipetik.

Di kelas tidak harus belajar statis. Duduk dan memperhatikan apa yang disampaikan mentor. Anak-anak punya kebiasaan tengkurap saat menulis dan itu tidak lantas harus diubah. Kenyamanan belajar yang efektif paling mungkin untuk menumbuhkan minat belajar yang tidak mengekang di sekolah. Sekalipun nantinya mereka mau memanjat pohon untuk belajar itupun tidak masalah, karena kita bukan mengajar anak-anak di kota yang terbiasa duduk di bangku empuk agar konsentrasi belajar. Anak-anak di sini lebih terbiasa belajar sambil tengkurap.

Beberapa anak yang saya temui selalu membawa serta adik-adiknya di perpustakaan. Mereka bertugas menjaga adiknya selama orang tua pergi ke kebun. Bukan karena kahadiran kami kebiasaan mereka jadi teralihkan. Pandangan bahwa anak sekecil itu sudah diberi tugas untuk menjaga adiknya merupakan keterlaluan, adalah salah besar. Jika itu dilakukan dengan terpaksa oleh mereka boleh saja kita mengira bahwa itu kekerasan terhadap anak. Namun inilah keseharian bagi mereka bahkan sebelum program ini ada. Merupakan hal yang wajar bila seorang anak berusia sembilan tahun menggendong bayi di pelukannya. Mereka tetap bisa ikut belajar meski bayi dipangkuan.

Ditulis oleh Kasumah, Relawan Pustaka Kampung Impian 2019-2020

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *