Imajinasi di Kelas Menulis Lapeng

kelas menulis desa Lapeng, Pulo Aceh

kelas menulis desa Lapeng, Pulo Aceh

Untuk program pustaka kampung impian, ini merupakan kali kedua aku ditugaskan untuk menjadi guru kelas menulis di desa lapeng. Jujur saja, aku sangat bahagia ketika ditugaskan kembali di desa ini. Entah kenapa di antara semua desa yang pernah kusinggahi selama program ini, Lapeng benar-benar membuatku terkesan. Aku merasa nyaman disini. Lapeng seakan memberikan aku ruh baru yang sulit kudeskripsikan dengan kata-kata. Tepat dan singkatnya aku telah jatuh cinta dengan Lapeng. Namun demikian dalam tulisan ini aku tidak ingin menjabarkan tentang perasaanku terhadap desa ini. Aku hanya ingin sedikit berbagi cerita tentang kelas menulis. Kelas yang kini kembali diberi tanggungjawab kepadaku. Aku sangat senang bisa menjadi guru kelas menulis untuk kedua kalinya di desa Lapeng. Karena memang mereka sudah mengenalku dengan baik, jadi aku tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukan pendekatan dengan mereka.

Pada kedatanganku kali ini, aku merasa bahagia melihat perkembangan anak-anak kelas menulis. Mereka jauh lebih berkembang ketimbang dulu saat penempatanku pertama kali. Dalam beberapa tulisan yang ku baca, mereka sudah mampu mengeluarkan ide-ide melalui tulisan dengan sangat baik. Mungkin secara teknis penulisan, masih banyak yang harus di bimbing, tapi cara mereka mengeluarkan imajinasi dalam bentuk tulisan sungguh membuatku terkagum.

Di antara anak kelas menulis yang memang benar-benar memiliki perkembangan yang sangat signifikan dalam kelas menulis adalah Jibran. Aku masih sangat teringat Jibran yang ku kenal pada penempatan pertama, ia masih sulit mengeluarkan ide-idenya ketika menulis. Bahkan kemampuan menulisnya masih jauh tertinggal di bawah teman-temannya. Tapi saat ini ia telah mampu mengeluarkan ide dengan baik. Anak lainnya yang sangat terlihat progresnya adalah Marati Karmila. Aku selalu menyebutkan anak perempuan yang masih duduk di bangku kelas 4 SD ini dengan sebutan “The Power of Class” atau “Queen of The Class”. Sebutan itu ku beri karena ia menjadi pelopor semangat menulis kawan-kawannya. Sebagai contoh ketika ku berikan aba-aba untuk menulis atau mengarang sesuatu, kebanyakan anak-anak selalu mengeluh dan mengatakan tidak mau. sementara ia dengan santai mengeluarkan celoteh, “Yang nggak mau nulis mending pulang aja kan bang nanda. Udah tau kelas menulis nggak mau nulis. Capek deh.” mendengar itu kawan-kawannya yang lain pun satu persatu mulai ikut menulis. Memang dari dulu sudah tampak bahwa dia memang anak yang cerdas. Sejak pertama kumengenalnya ia memang anak yang memiliki ide-ide unik bahkan konyol yang sering ia lontarkan dalam bentuk cerita lisan. Namun saat itu ia belum mampu menuangkan imajinasinya dalam bentuk tulisan. Sedangkan saat ini ia sudah sangat cerdas menuangkan imajinasinya menjadi sebuah tulisan. Seperti pada saat kutugaskan menulis sebuah dongeng, ia mampu mengarang cerita dongeng yang jika dibaca seolah-olah merasa sedang membaca buku dongeng sebenarnya. Disamping itu ia juga sudah bisa mambaca dengan sangat lancar. Jika kita membaca tulisannya kita juga akan tahu bahwa ia merupakan anak yang sangat gemar  mambaca.

Selanjutnya adalah Dayatullah. Anak yang satu ini juga sangat menarik perhatianku. Sejak dulu ia memang menjadi my best. Aku sangat terpukau dengan anak ini. Ia memiliki imajinasi yang sangat unik dan jujur. Imajinasinya sangat polos. Ia menulis dari apa yang ia rasakan dan yang ia alami. Hanya saja ia mengungkapakannya dengan sedikit lucu dan terkesan konyol. Selain itu cara dia menulis juga sangat unik. Ia sering menulis dengan cara bernyanyi dengan suara besar atau mengucapkan yang akan ditulisnya dengan suara yang mungkin bagi sebagian anak akan mengganggu kosentrasi. Terlepas dari semua keunikannya aku sangat terkesan pada anak ini. Pada dasarnya aku tidak pernah membedakan anak-anak. aku mencintai mereka semua tanpa ada yang ku beda-bedakan. Baik perhatian, maupun kasih sayang ku berikan dalam porsi yang adil. Tapi dalam batinku Dayat adalah yang paling istimewa. Namun aku tidak punya alasan atas itu. Aku hanya merasakannya.

Secara keseluruhan perkembangan anak-anak menulis memang sangat luar biasa.

By Nanda Rahmad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *