Simpulan Senyum Desa Lapeng

Lapeng merupakan salah satu desa yang menjadi daerah penempatan bagi guru pustaka kampung impian. Lapeng menjadi lukisan baru dalam buku perjalananku. Ombak lautan menjadi pembuka semangat bagi keterpurukan masa lalu, pecahan karang yang tersibak bersama batu di pesisir seolah bercerita meskipun telah hancur ,mereka tetap tegar menahan hempasan ombak lautan. Meskipun telah hancur, mereka tidak pernah membenci lautan dan hempasan ombaknya. Sejenak aku terdiam memandang sekitar, betapa terlena aku akan kegagalan masa lalu hingga rambun hati membuatku lupa akan simpulan senyum yang kututup rapat.

 

Lapeng dengan sosok ayah yang hidup dalam kejamnya ombak lautan, dengan penyambutan senyuman indah yang terurai dari sang istri (ibu) dan dengan simpulan garis tawa dari anak-anak yang meruntuhkan semua peluh pada pundak sang ayah. Sungguh, aku seolah berada dalam sekumpulan keluarga yang membuatku bersyukur berada di sini. Wajah ayah dan ibu seolah tergambar jelas oleh awan dengan layar biru langit Lapeng. Semua pintu yang semula terpaksa aku tutup kini perlahan terbuka. Allah telah memperlihatkan padaku bahwa dari lukaku masih banyak kerasnya kehidupan yang dijalani dengan sabar dan rasa syukur oleh para orang tua.

 

Aku sempat keliru dengan gambar yang semula terlukis di benakku. Mereka yang hidup dengan riuh gemuruh lautan dengan pendidikan seadanya membuatku seolah menyayangkan keadaan itu. Ternyata aku salah. Anak-anak Lapeng hidup jauh dari hiruk-pikuk kota tetapi pelajaran hidup mereka kuasai melebihi kehidupan perkotaan. Sopan santun dan penuh penghormatan ketika bersama orang yang lebih dewasa, pengetahuan yang luar biasa meski tidak  terlalu lancar berbahasa Indonesia, pengertian yang  terlihat saat mereka bermain dan belajar bersama seolah membuat mereka dewasa dari umur mereka. Di sini aku seolah kembali ke 13 tahun yang lalu, melihat anak-anak bermain seolah aku melihat cerminan diriku sendiri.

 

Lapeng dan masyarakatnya menjadi sejarah  baru dalam pelajaran hidup  yang seolah menarikku keluar dari rabun hati. Kini, simpulan senyum terbuka lebar untukku memandang luasnya alam ciptaan Allah yang membuatku bersyukur setiap detiknya.

 

 

Ditulis oleh Cut Hasnawati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *