Sebuah Harapan Di Desa Paling Ujung Kabupaten Kelahiranku

WhatsApp Image 2019-12-16 at 14.29.16Di penempatan kedua ini, aku diberi kesempatan dan tantangan untuk belajar sambil bermain bersama anak-anak di desa Baling Karang, desa yang terletak di ujung Kabupaten Aceh Tamiang dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Timur. Sama seperti penempatan sebelumnya, aku memfasilitasi anak-anak di kelas membaca lanjut. Ada 8 orang siswa kelas 4, 5 orang siswa kelas 3 dan 2 orang siswa kelas 2 di kelas ini.

Aku melihat kebahagiaan di desa paling ujung kabupaten ini, kebahagiaan sederhana yang mereka ciptakan sendiri. Aku pun  merasa nyaman berada di sini.

Pustaka kecil yang terletak di awal masuk desa menambah kebahagiaan anak-anak. Pustaka kecil itu secercah harapan bagi anak-anak untuk melihat dunia luar dan masa depan. Percaya atau tidak, mereka sangat senang ada buku baru yang bisa dibaca setiap harinya. Semangat mereka memotivasiku untuk terus berbuat lebih banyak lagi kedepannya.

Ada 13 anak di minggu pertama kami memulai kegiatan. Pekan kedua, baru mulai bertambah beberapa orang lagi. Total keseluruhan anak di kelas lanjut yang belajar bersamaku ada 15 orang. Hampir semua diantara mereka sudah bisa mengeja kata bahkan lancar membaca. Awalnya, kukira bakal kewalahan dalam mengatur mereka di kelas. Ternyata, kekhawatiranku berlebihan. Anak-anak Baling Karang sangat patuh dengan apa yang kami katakana; para guru impian. Aku bertanya dalam hati “siapa orang baik yang dulunya pernah mengajari mereka sehingga mereka dapat menjadi sekarang?”

Kondisi kelas lanjut yang kuhadapi di penempatan kedua ini lebih efektif dan membuatku nyaman berinteraksi dengan anak-anak.

Beberapa anak pun membuatku kagum dengan karya mereka. Salah satunya, Nazwa. Aku sering memanggilnya kak Wa. Dia termasuk anak yang rajin dengan kehadiran yang sangat bagus. Dia punya potensi untuk berkembang menjadi lebih baik dikemudian hari. Waktu itu konten yang aku bawakan tentang mengenal cita-cita. Kak Wa ini kalau menulis buku harian selalu sendiri ke pojokan perpustakaan atau keseringannya menulis di tangga. Dia tidak mau buku hariannya dibaca oleh orang lain termasuk aku. Tetapi aku punya banyak alasan untuk bisa melihatnya. Kudapati banyak huruf yang tertinggal, kata yang salah dan penggunaan huruf kapital di tengah-tengah kata pun kalimat.Karena aku kurang memahami tulisan kak Wa saat itu juga aku mencoba dia untuk membacakannya di depanku dan teman yang lain. Dari hasil sharingnya itu, baru aku tahu apa maksud dari tulisannya.

Hampir sebulan aku merasakan dinginnya kabut pagi di desa ini. Kehangatan suasana belajar sambil bermain bersama 15 orang anak kelas lanjut. Aku merasa belum cukup untuk mengenal mereka lebih dalam. Semangat dan antusias belajar setiap hari yang mereka tunjukkan membuat diri ini ingin menetap lebih lama lagi dan melihat proses perkembangan belajar mereka  di desa paling ujung Kabupaten Aceh Tamiang.

Terima kasih atas 25 hari kita bersama, Nazwa, Reyhan, Rizky, Dimas, Rita, Soleha, Putri, Melani, Fadil, Dewi, Adam, Karina, Sapriadi, Santika dan Putra. Terima kasih atas pembelajaran kita.

Oleh : Purwadi Indra Atmaja

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *