Pagi kembali datang. Suara obrolan berbahasa gayo yang tak kumengerti membangunkanku dari tidur. Hari yang berbeda, waktu yang berbeda, masa yang berbeda. Masih dengan perasaan yang sama, yang menunggu jemputan menuju ke desa penempatan. Terlihat sebuah mobil bak Panther terparkir di depan toko menandakan bahwa jemputan sudah tiba. Ya benar itu Ama, Bapak yang menjemput kami menuju ke Desa Bah dan Serempah. Ama adalah sebutan untuk seorang Bapak dalam Bahasa Gayo. Beliau juga yang akan menjadi Bapak angkat kami selama satu bulan kedepan.
Dinginnya pagi yang diselimuti rasa kantuk tak membuat kami malas bergerak mengangkat perlengkapan semisal “carrier” dan boks kedalam mobil bak bawaan Ama. Barang disusun dengan rapi lalu mobil berjalan.
Perjalanan dimulai dari Simpang Balek. Rasa ngantuk dan dingin seketika menghilang saat mobil mulai berjalan menyusuri pertokoan-pertokoan sampai memasuki perkampungan rumah warga. Jalan yang mulus seketika berganti dengan tanjakan dan turunan yang berkelok serta berbatuan, kiri kanan ditutupi dengan pemandangan perkebunan tebu milik warga yang sangat luas dan sejauh mata memandang hanya terlihat barisan-barisan perbukitan hijau yang diselimuti kabut.
Dari kejauhan sudah mulai terlihat atap-atap rumah warga perkampungan Desa Bah yang tersusun rapi di bawah perbukitan, menandakan perjalanan sudah mulai dekat dengan tempat tujuan. Tak lama kemudian mata disuguhi dengan keindahan hamparan sawah yang membentang luas membentuk anak tangga saat akan memasuki perkampungan Desa Bah. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, akan ada pemandangan seperti ini di sebuah desa yang dikelilingi oleh perbukitan-perbukitan. Bah dan segala isinya telah membuatku jatuh hati kepada pemandangan alamnya.
Ini bukan kali pertama bagiku ke desa ini. Juli 2018 lalu adalah perjalanan pertamaku ke Desa Bah. Dengan tim dan program yang berbeda serta waktu yang hanya satu minggu.
Oktober merupakan bulan pertama dengan program Pustaka Kampung Impian bersama para relawan yang disebut Guru Impian membawaku mengunjungi desa ini kembali.
Perjalanan ini memberi arti tentang perjalananku di desa-desa terpencil untuk belajar bersama para guru impian. Sebenarnya ini bukanlah perjalanan melainkan pendidikan karena kami tak datang untuk mengajari tapi sebaliknya kami yang belajar kepada penduduk desa. Karena nyatanya tak banyak yang dapat kami beri kepada mereka, merekalah yang memberi banyak hal kepada kami. Pelajaran hidup, semangat, kemandirian dan hal-hal lainnya yang membuat kami semakin mengerti apa arti kehidupan yang sebenarnya.
Ditulis oleh Muh. Hatta