Fakta yang mencekam tentang lingkungan terus bermunculan, tetapi sebagian kita seolah abai menerima keadaan. Ada juga sebagian orang yang nampaknya, menjadikan ancaman lingkungan ini layaknya sebuah proyek. Kabar baiknya, ada juga benar-benar peduli, bahkan terus menggiatkan upaya less-waste bahkan zero-waste dari rumah masing-masing, tetapi butuh gerakan yang lebih masif lagi.
Pengalaman saya melihat dan mendengar informasi beberapa upacara dalam rangka hari lingkungan yang dibuat besar-besaran. Yang hadir di acara tersebut sangat banyak hingga berakhir dengan tumpukan sampah yang juga banyak.
Tangkapan mata saya selanjutnya adalah produksi barang-barang untuk merespon isu lingkungan yang cukup massif. Contohnya, banyak produsen yang akhirnya membuat pipet stainless dalam jumlah besar dengan bentuk yang cute. Orang-orang yang katanya peduli lingkungan mengurangi pipet sekali pakai, pada akhirnya berlomba-lomba membeli berbagai bentuk desain pipet, bukan lagi karena fungsinya. Begitupun dengan produksi perlengkapan atau fashion lainnya dengan dalih isu lingkungan.
Produksi barang untuk menangkap isu lingkungan yang sedang terjadi ini adalah dampak dari menjadikan lingkungan sebagai isu. Padahal adakah dari kita yang mencoba memikirkan bahwa setiap barang yang diproduksi di dunia ini bersumber dari alam? Semakin banyak barang dibuat, semakin cepat material terambil dari alam.
Seperti itulah pandangan saya melihat kemasan isu mencintai alam atau permasalahan lingkungan dijadikan “proyek oleh kebanyakan orang. Menurut saya, kita tidak perlu pintar buat program lingkungan untuk melindungi lingkungan ini. Karena, kita memang sudah memiliki kewajiban untuk melestarikan alam ini. Proses keseharian menjaga alam ini adalah dengan hidup minimalis. Tak perlu banyak barang-barang apalagi berdalih isu lingkungan. Daripada pakai pipet stainless saat minum air kelapa, akan lebih nikmat rasanya meminum air kelapa tersebut langsung dengan memegang kelapanya. Alih-alih sibuk membeli baju baru, lebih baik memakai baju secondhand. Ya kan?
Ditulis oleh Perdana Romi Saputra